Lewati ke konten
Menakar “Indonesia Gelap”: Perspektif Ekonomi dan Politik - OSCARLIVING

Menakar “Indonesia Gelap”: Perspektif Ekonomi dan Politik

Dalam konteks ekonomi dan politik, istilah Indonesia Gelap dapat diartikan sebagai kondisi yang penuh dengan ketidakpastian, ketidakstabilan, atau bahkan kemunduran dalam pengelolaan ekonomi dan pemerintahan. Istilah ini menggambarkan situasi di mana berbagai aspek kehidupan bernegara mengalami stagnasi atau kemerosotan akibat faktor internal maupun eksternal.

Untuk memahami secara objektif bagaimana kondisi ekonomi Indonesia saat ini, diperlukan analisis berbasis data dengan melihat beberapa indikator utama. Indikator-indikator ini mencerminkan kesehatan ekonomi suatu negara dan dapat memberikan gambaran apakah perekonomian sedang mengalami pertumbuhan yang stabil atau menghadapi tantangan serius. Beberapa indikator yang perlu diperhatikan meliputi pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, stabilitas nilai tukar, tingkat pengangguran, dan daya saing global.

Tabel: Kinerja Ekonomi Indonesia (2020-2024)

                  Indikator   2020   2021   2022   2023   2024
Pertumbuhan Ekonomi (YoY, %) -2,07 3,69 5,31 5,05 5,03
Tingkat Inflasi (YoY, %) 1,68 1,87 5,51 2,61 1,84
Nilai Tukar Rupiah (Rp/USD, rata-rata) 14.625 14.345 14.917 15.237 15.840
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT, %) 7,07 6,49 5,86 5,32 4,91
Indeks Daya Saing Global (peringkat) 40 37 44 34 27

 

Pada tahun 2024, perekonomian Indonesia mencatat pertumbuhan sebesar 5,03%, sedikit lebih rendah dibandingkan tahun 2023.

Inflasi berada pada tingkat 1,84%, yang mencerminkan stabilitas harga, meskipun masih terdapat tekanan dari kenaikan harga pangan dan energi di beberapa periode.

Tingkat pengangguran terbuka turun menjadi 4,91%, menunjukkan perbaikan di pasar tenaga kerja, tetapi tantangan terkait ketersediaan lapangan kerja berkualitas dan kesenjangan keterampilan masih menjadi perhatian.

Daya saing global Indonesia naik 7 peringkat pada tahun 2024, tertinggi dalam 6 tahun terakhir. Riset Institute for Management Development (IMD) World Competitiveness Ranking (WCR) 2024 mencatat bahwa Indonesia menduduki posisi ke-27 dari 67 negara, di mana pada tahun 2023 lalu Indonesia berada di posisi ke-34. Di Kawasan Asia Tenggara sendiri, daya saing Indonesia berhasil menjadi 3 besar setelah Singapura dan Thailand.

Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Februari 2025

Kategori   Realisasi Feb 2025 (Rp T) Persentase dari Target 2025  Realisasi Feb 2024 (Rp T)
Pendapatan Negara 316,9 10,5%  369,1
- Penerimaan Perpajakan  240,4  9,7% 344,4
-Penerimaan Pajak  187,8 8,6% 269,1
Penerimaan Kepabeanan & Cukai 52,6 17,5%  75,3
Penerimaan Negara Bukan Pajak 76,4 14,9%  84,7
Belanja Negara 348,1 9,6%  322,8
Belanja Pemerintah Pusat 211,5  7,8% 195,2
Belanja Kementerian/Lembaga 83,6  7,2%  78,4
Belanja Non-K/L 127,9  8,3% 116,8
Transfer ke Daerah  136,6  14,9%  127,6
Defisit Anggaran 31,2 0,13% dari PDB  -46,3 (Surplus)

 

Realisasi Penerimaan Pajak Terkini

Data hingga akhir Februari 2025 menunjukkan bahwa realisasi penerimaan pajak mencapai Rp187,8 T, atau 8,6% dari target yang ditetapkan dalam APBN 2025. Realisasi ini mengalami penurunan sebesar 30,19% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, di mana penerimaan pajak mencapai Rp269,02 T. Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk perlambatan ekonomi global yang mempengaruhi kinerja ekspor dan impor, serta penyesuaian nilai tukar yang mempengaruhi daya beli masyarakat. Pemerintah merespons situasi ini dengan menekankan pentingnya efisiensi anggaran dan penguatan basis pajak domestik untuk menjaga stabilitas fiskal.

Data dan Tren Pasar

Secara historis, Indeks Harga Saham Gabungan telah mencatatkan rekor ATH (All Time High) di level 7.910,56 pada September 2024, mencerminkan tingginya optimisme pasar saat itu. Namun, memasuki tahun 2025, kinerja IHSG mengalami tekanan yang cukup besar. Puncaknya pada Selasa, 18 Maret 2025, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memberlakukan penghentian sementara perdagangan (trading halt) pada pukul 11:19:31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS) selama 30 menit. Penghentian ini dipicu oleh penurunan IHSG sebesar 5,02% ke level 6.146,91. Ini menjadi trading halt pertama yang terjadi sejak masa pandemi COVID-19.

Menariknya, penurunan signifikan IHSG, yang mencapai 7% pada sesi perdagangan kedua, terjadi saat pasar saham Asia dan global lainnya menunjukkan kinerja yang relatif stabil atau bahkan cenderung menguat. Pada penutupan perdagangan 21 Maret 2025, IHSG telah terkoreksi 11,61%, atau turun 822 poin dibandingkan dengan posisi awal tahun.

Penurunan ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk ketidakpastian ekonomi global, kebijakan fiskal dan moneter di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, yang memicu sentimen negatif baik dari investor domestik maupun asing. Tekanan tambahan juga datang dari fluktuasi nilai tukar rupiah, dinamika suku bunga, serta potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional. Kondisi ini mencerminkan meningkatnya kehati-hatian di pasar modal, dengan pelaku pasar cenderung melakukan aksi jual dan mengurangi eksposur terhadap aset berisiko.

Faktor Utama Pemicu Trading Halt 18 Maret 2025

  1. Kekhawatiran Ekonomi — Turunnya Belanja Konsumen: Data terbaru menunjukkan deflasi tahunan yang jarang terjadi serta penurunan kepercayaan konsumen. Hal ini mencerminkan tekanan terhadap kelas menengah Indonesia akibat minimnya lapangan kerja formal dan kontraksi sektor manufaktur. (Sumber: Financial Times)

  2. Kebijakan Fiskal — Beban Program Sosial: Program Makan Bergizi Gratis (MBG) senilai Rp28 T per bulan yang diusung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menimbulkan kekhawatiran mengenai keberlanjutan fiskal. Program ini berpotensi membebani keuangan negara, sehingga beberapa proyek infrastruktur harus mengalami pemangkasan anggaran.

  3. Ketidakpastian Politik — Isu mundurnya Menteri Keuangan hingga konferensi per yang digelar Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, bersama pimpinan Komisi I dan perwakilan delapan fraksi pada hari Senin, 17 Maret 2025 terkait RUU TNI disinyalir menjadi salah satu pemicu rontoknya indeks.

  4. Pelemahan Nilai Tukar Rupiah — Sejak awal tahun 2025, nilai tukar rupiah melemah sekitar 2% terhadap dolar AS, yang semakin memperburuk kekhawatiran investor tentang stabilitas ekonomi Indonesia. (Sumber: Reuters)

  5. Penurunan peringkat saham Indonesia oleh Morgan Stanley pada Februari 2025, dari 'equal weight' menjadi 'underweight', diikuti dengan penurunan peringkat dari 'overweight' menjadi 'market weight' atau ‘netral’ oleh Goldman Sachs pada pertengahan Maret 2025

  6. Pemangkasan Proyeksi Ekonomi Indonesia oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) — OECD menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025 dari 5,0% menjadi 4,9%, dengan perkiraan pertumbuhan 5,0% di 2026. Sumber: Economic Outlook Interim Report, Maret 2025. Respon Pemerintah dan Otoritas Bursa

  • Terhitung mulai 18 Maret 2025 sampai dengan enam bulan kedepan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengizinkan emiten untuk melakukan pembelian kembali saham (buyback) tanpa persetujuan pemegang saham guna menstabilkan pasar. Dalam pernyataan resmi pada Rabu (19/3), Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, mengungkapkan bahwa regulasi terbaru ini bertujuan untuk memperkuat kepercayaan investor sekaligus menekan volatilitas di pasar modal. Ia menambahkan bahwa kebijakan tersebut diharapkan dapat meningkatkan keyakinan pelaku pasar serta membantu meredam tekanan terhadap harga saham.

  • Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan sebesar 5,75% dalam rapat dewan gubernur terbaru pada 18 - 19 Maret 2025. Keputusan ini diambil di tengah volatilitas pasar yang disebabkan oleh kekhawatiran terhadap kebijakan fiskal pemerintah dan kondisi ekonomi global.

  • Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bertemu dengan Presiden Prabowo untuk membahas kondisi ekonomi terkini, termasuk perkembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan isu-isu fiskal lainnya. (detikfinance 19/3) 

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) & Target Pertumbuhan Ekonomi 8%

Program MBG dapat menjadi salah satu pendorong utama untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% dengan melibatkan UMKM, koperasi, dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Berikut beberapa poin utama bagaimana program ini dapat berkontribusi:

  1. Meningkatkan Produktivitas dan Daya Saing SDM

  • Asupan gizi yang cukup meningkatkan kesehatan dan konsentrasi masyarakat, terutama bagi anak-anak dan pekerja produktif.

  • Mengurangi angka stunting dan malnutrisi yang dapat berdampak jangka panjang pada produktivitas tenaga kerja.

  1. Menggerakkan Rantai Pasok Lokal

  • Sumber bahan baku berasal dari UMKM pangan, koperasi petani, dan BUMDes, sehingga memperkuat ekosistem ekonomi lokal.

  • Memberdayakan petani, peternak, dan nelayan sebagai penyedia bahan makanan dengan skema harga yang lebih adil.
  1. Menciptakan Lapangan Kerja Baru

  • Keterlibatan UMKM kuliner sebagai penyedia makanan siap saji membuka peluang usaha baru.

  • Peluang kerja bagi tenaga logistik, distribusi, dan tenaga masak di berbagai daerah.

  • Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengungkapkan, saat ini sudah ada 1.000 titik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang bertugas melaksanakan program makan bergizi gratis (MBG). “Saat ini, layanan SPPG telah menjangkau sekitar 3 juta penerima manfaat, dan targetnya di akhir tahun bisa mencapai 82,9 juta," ujar Dadan saat menghadiri acara Launching SPPG Polri di Jakarta Selatan, Senin (17/3/2025).

  1. Memperkuat Koperasi dan BUMDes sebagai Penggerak Ekonomi Daerah

  • Koperasi dan BUMDes dapat berperan dalam pengelolaan dapur komunitas dan distribusi makanan.

  • Meningkatkan kapasitas kelembagaan ekonomi masyarakat desa dalam ekosistem industri pangan.
  1. Efek Multiplier terhadap Pertumbuhan Ekonomi

  • Dengan meningkatnya daya beli masyarakat akibat pengurangan pengeluaran untuk makanan bergizi, konsumsi sektor lain dapat terdorong.

  • Perputaran uang di sektor riil meningkat, yang pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi secara nasional.

Jika dikelola dengan sistem yang baik dan berkelanjutan, program ini tidak hanya menjadi jaring pengaman sosial, tetapi juga alat percepatan ekonomi yang berbasis ekonomi kerakyatan.

Kesimpulan

Kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto ditandai dengan upaya transformasi ekonomi melalui Prabowonomics, yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan serta produktivitas nasional. Namun, tantangan seperti penurunan realisasi penerimaan pajak hingga Maret 2025 memaksa pemerintah untuk meningkatkan efisiensi belanja serta memperkuat basis pajak domestik guna menjaga stabilitas fiskal. Di sisi eksternal, The Fed mempertahankan suku bunga di 4,5% untuk kedua kalinya secara berturut-turut setelah tiga kali penurunan sejak September 2024. Keputusan ini mencerminkan kehati-hatian bank sentral AS dalam menghadapi perlambatan pertumbuhan ekonomi dan kenaikan inflasi inti, yang sebagian disebabkan oleh kebijakan tarif baru AS dan potensi aksi balasan dari negara mitra dagangnya. Dampak dari kebijakan ini sangat terasa pada pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, karena memperkuat dolar AS dan meningkatkan arus keluar modal (capital outflow).

Akibatnya, pasar keuangan Indonesia mengalami tekanan yang semakin besar, tercermin dalam pelemahan IHSG sepanjang triwulan pertama 2025. Sektor-sektor perbankan, ritel, komoditas, properti, dan teknologi mengalami koreksi signifikan akibat kombinasi faktor eksternal dan domestik. Pasar properti dan ritel terpukul oleh melemahnya daya beli, sementara sektor perbankan menghadapi tekanan likuiditas yang lebih ketat. Sementara itu, harga komoditas utama seperti batu bara dan minyak sawit (CPO) mengalami fluktuasi karena ketidakpastian global, yang berimbas pada pendapatan ekspor Indonesia.

Di tengah kondisi ini, Bank Indonesia (BI) tetap mempertahankan suku bunga acuannya sebagai respons terhadap ketidakpastian pasar global dan kebutuhan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Namun, langkah ini juga membatasi ruang ekspansi kredit di sektor riil, yang berpotensi memperlambat pemulihan ekonomi. Dalam situasi seperti ini, peran stimulus fiskal menjadi krusial untuk menopang perekonomian domestik, termasuk dalam bentuk insentif pajak bagi industri strategis, program bantuan sosial yang ditargetkan secara lebih efisien, serta percepatan belanja infrastruktur.

Dengan kombinasi kebijakan yang tepat—stabilitas moneter, stimulus fiskal yang lebih agresif, serta reformasi struktural yang dipercepat—Indonesia berpotensi mengalami pemulihan ekonomi pada 2025–2026. Pemerintah harus mengoptimalkan belanja infrastruktur strategis, insentif investasi, serta reformasi perpajakan guna memperkuat daya saing ekonomi domestik dan mengurangi ketergantungan terhadap dana asing.

Jika Indonesia berhasil menavigasi turbulensi ekonomi ini, faktor-faktor seperti ketahanan pasar domestik, percepatan ekonomi digital, serta keunggulan sumber daya alam dapat menjadi katalis utama dalam mendorong kemakmuran jangka panjang. Namun, kegagalan dalam bertindak cepat terhadap reformasi kebijakan—terutama dalam penciptaan lapangan kerja, stabilisasi nilai tukar, serta peningkatan produktivitas industri—dapat memperpanjang ketidakstabilan pasar serta memperlambat laju pertumbuhan ekonomi ke depan.

Di sisi lain, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi hingga Rp15.840/USD, dipengaruhi oleh kombinasi faktor eksternal dan domestik. Ketidakpastian ekonomi global serta volatilitas harga komoditas turut memberikan tekanan tambahan. Dari dalam negeri, defisit neraca perdagangan pada beberapa periode dan kebutuhan impor bahan baku yang tinggi juga berkontribusi terhadap pelemahan rupiah.

Source : Emiten News

#Indonesiaemas #lebaran2025 #Korlantaspolri #ganjigenap #oscarliving #belanjafurniturejadimudah #OLIV #PToscarmitrasuksessejahteratbk #Indonesia #ekonomiindonesia #resesi2025 #menujuindonesiaemas #defisitanggaran #krisismoneter #dayabelilesu #PHK2025 #APBNdefisit #OJK #BEI #IDX

Artikel sebelumnya Pengusaha AS Ramai-ramai Gugat Trump Terkait Perang Dagang
Artikel berikutnya Xi Jinping Telepon Prabowo saat Trump Memantik Perang Tarif

Tinggalkan komentar

Komentar harus disetujui sebelum muncul

* Bidang wajib diisi

Bandingkan produk

{"one"=>"Pilih 2 atau 3 item untuk dibandingkan", "other"=>"{{ count }} dari 3 item dipilih"}

Pilih item pertama untuk dibandingkan

Pilih item kedua untuk dibandingkan

Pilih item ketiga untuk dibandingkan

Membandingkan